Lampu kamar masih menyala terang, tiada lelah melawan malam. Sinarnya yang putih menerangi langit-langit kamar dimana aku sering menggantungkan angan. Di sudut sana, di atas pintu kamar, terdapat noda kuning yang melebar bekas air hujan musim hujan tahun lalu. Nodanya tampak masih muda. Aku suka melukis bermacam khayalan di sana, mulai dari wajah perempuan ercantik yang mampu aku inginkan hingga tentang masa depan yang tak jauh dari hal-hal Wah yang sering aku lihat di dalam layar televisi. Barangkali, dalam kubangan kecil warna kuning pudar itu terkumpul seluruh hidupku, kini maupun nanti.
Alunan lembut musik dari laptop yang sedari tadi menyala membangunkanku dari lamunan. Sebuah lagu syahdu terlantun dari suara Monita yang mengcover lagu keliru yang dulu dipopulerkan Ruth Sahanaya. Dengan cara yang aneh lagu itu membawaku larut dalam memori lama tentang kisah asmaraku yang telah lama mati. Entah kenapa aku teringat pada sosok Ira kembali muncul dibenakku. Sebenarnya, kalau aku pikir-pikir lagi, tak ada yang terlalu istimewa dari Ira. Ira adalah gadis lugu yang sempat mengisi hariku dengan senyum malu-malunya setelah aku berlepas dari bayangan cinta pertamaku. Ira sempat lama menjadi bagian cerita hidupku yang kurasa tak bisa terlalu kubanggakan. Tidak ada yang cukup mampu kuingat darinya kecuali senyum tipisnya saat aku goda dengan pujian yang sengaja kuucapkan untuk membuatnya senang. Dan kenyataan bahwa Ira menyukai Ruth Sahanaya adalah kemungkinan paling masuk akal yang membuatnya muncul dipikiranku malam ini. Secepat itu dia datang, secepat itu pula sosoknya pudar bersama selesainya lagu Monita di laptop.
Layar laptop tampak bosan memamerkan tugas yang masih setia menunggu untuk kuselesaikan. Namun aku sendiri justru yang tak bergairah untuk menyentuhnya. Ada yang lelah di diriku menghadapi layar laptop terus-terusan. Aku sudah lupa kapan terakhir aku memanjakan diri. Ada agenda atau mungkin lebih tepat bisa dibilang wacana, hendak pergi ke lombok yang sudah kuangankan semenjak tahun lalu, tetapi masih belum terwujud juga hingga hari ini. Akhir-akhir ini terasa sekali kalau aku sudah tak bisa menikmati hari-hariku, entah kenapa. Ada yang kurang atau hilang atau apalah itu namanya, seringkali ada perasaan hampa setiap kali aku melakukan hal-hal yang pada hari biasanya seringkali membuatku tersenyum dan merasa ceria, tapi kini tidak lagi. Aku sendiri tak pernah berhasil mengidentifikasi jenis perasaan itu, apa yang salah, apa yang sebenarnya hilang dari diriku. Jenuh, jenuh pada rutiniitas harian yang sudah otomatis, terikat keteraturan, barangkali. Ah, mungkin refreshing itu memang perlu!
Sebuah jam keramik pemberian teman yang berdiri diam di sebelah layar laptop tiba-tiba menarik perhatianku, mengalihkan pandanganku. Sebuah logo klub sepakbola kesayanganku terpampang manja tepat ditengahnya, tertindih jarum-jarum yang bergerak teratur dan mengkultuskan diri sebagai panutan waktu. Warnanya merah menyala, dengan gambar meriam di atasnya. Jam itu adah jam pemberian seorang teman sebagai hadiah ulang tahunku. Seorang teman yang tergabung dalam komunitas penggemar klub sepakbola yang sama denganku. Seorang teman yang aku temukan di jejaring sosial. Karir pertemananku dengannya sungguh memuaskan, bisa dibilang istimewa. Meskipun hanya sekilas lintas bertemu di dunia maya, aku sudah bisa dengan sombong menyebutnya saudaraku, entah jika itu dari pihaknya. Hanya saja aku sudah memutuskan bahwa ia adalah orang yang pantas untuk aku sebut saudara. Sepele saja, pada suatu malam ketika aku sedang berada di kotanya dalam perjalanan pulangku dari rumah seorang teman di semarang waktu itu, dalam kondisi lelah dan sudah kemalaman, dengan mudahnya dia bilang untuk tidur di rumahnya. Dan cara dia serta keluarganya memperlakukan aku kala itu sungguh tidak memalukan untuk dikenang. Yah, engkau tidak tahu siapa saja yang mungkin mau menganggapmu sebagai seorang teman atau saudara, bahkan mungkin musuh.
Jarum jam itu sudah menunjukkan pukul setengah lima pagi, dan aku belum mampu tertidur. Sudah tiga gelas kopi yang tandas menemani malam ini. Seharusnya aku tak perlu heran bukan kenapa aku masih terjaga? Ah, besok masih ada kerja tetapi hingga saat ini aku masih belum ada akal untuk menidurkan diri. Mataku sepertinya jenis mata yang tengah tidak disukai apa yang biasa disebut kantuk itu. Tak peduli sekuat apapun aku meniatkan diri untuk tidur, setiap aku menutup mata selalu saja kelopak mataku berubah menjadi layar bioskop yang memutar film yang disutradarai dan dikehendaki pikiran. Pikiranku terlalu kreatif, itu kata seorang teman yang suka meremehkan kemampuan tidurku. Disuruhnya aku mencari seorang teman tidur, seseorang yang cukup tabah untku aku panggil istri. Biasanya, aku hanya tertawa saja menanggapi gurauan serius temanku itu. Jujur saja, aku masih belum berani memikirknkehidupan berumah tangga. Ah mungkin bkan belum berani, Cuma belum ada bayangan dalam pikiranku perihal pernikahan. Itu bukan alasan, sungguh, aku bilang dengan kesungguhan hati. Namun bila engkau bilang itu hanya alasanku saja, lalu apa hakku untuk melarang anggapan-anggapan itu? Mentang-mentang pikiran itu bukan Cuma pikiran satu atau dua orang, tidak berarti pendapat banyak orang adalah pendapat yang paling benar, bukan? Tetapi, kupikir lagi, buat apa aku memikirkan hal itu, yah barangkali hal itu sama pentingnya dengan perihal pernikahan, tetapi kiranya bukan itu yang perlu aku khawatirkan saat ini. Belum!
Nah dengar, adzan Subuh sudah berkumandang. Sebaiknya aku segera mengambil air wudlu, ada hutang tidur yang harus kukejar setelah selesai dua raka’at. Semoga masih ada berkah tidur untukku. Nah selamat pagi, dan jangan lupa doakan aku untuk nikmat tidur yang semoga masih tersisa untukku, jika manusia tak terlalu tamak dan rela menyisakan barang secuil nikmat itu untukku, ah engkau tahu itu hanya harapan. Atau bangunkan aku jam tujuh, itu lebih berguna bagiku, kiranya! Nah selamat pagi, selamat merayakan hari.
perasaan aku udah pernah komen deh :|
BalasHapusBtw, jangan terlalu banyak memerangkap kata-kata dalam satu kalimat yang mau kamu utarakan.
memerangkap itu piye? maksudnya merangkap kata kah?
BalasHapus