Senin, 31 Desember 2012

pesan sang kaisar










       Sang Kaisar_menurut gosip yang beredar_telah mengirimkan sebuah pesan, langsung dari ranjang kematian beliau, untuk ANDA, orang yang menyedihkan, sekelebat bayangan yang hidup dalam bayang bayang kerajaan, jauh dari kemilau sinar matahari yang setiap hari menyoroti para bangsawan. Beliau memerintahkan seorang pengantar berita untuk berlutut di samping ranjang kematian beliau sebelum membisikkan pesan tersebut. Beliau berpikir pesan itu sebegitu pentingnya hingga si pengantar berita diminta mengulang pesan yang baru saja ia sebutkan. Sambil menganggukkan kepala, beliau mengonfirmasi ketelitian si pangantar berita yang dinilai telah mengingat dengan baik pesan yang hendak disampaikan untuk ANDA. Lalu di hadapan kumpulan bangsawan yang datang berkunjung untuk menyaksikan kematiannya_semua tembok yang mengelilingi ruangan telah di runtuhkan agar siapa saja bisa leluasa melihat ke dalam kamar tidur beliau, dan seluruh anggota istana pun berdiri bisu menatap kemalangannya_Sang Kaisar mengirimkan utusannya agar segera menghampiri ANDA. Si pengantar berita pun berlari pergi, menyeruak di antara kerumunan orang dengan sekuat tenaga, dengan kedua tangan mendorong siapa saja yang menghalang. Jika ada yang berani menghentikannya, dia akan segera menunjuk lambang yang tersemat di dada, berbentuk matahari. Karena itu ia bisa leluasa bergerak di tengah himpitan tubuh manusia yang berbondong-bondong datang untuk menyaksikan kematian Sang Kaisar.

Meski begitu, kerumunan tersebut begitu besar dan padatnya hingga semua ruangan istana penuh sesak. Jika istana itu sepi dan lengang, si pengantar berita membayangkan ia bisa bebas terbang melampaui pintu demi pintu tanpa kesulitan apapun, dan dalam waktu singkat ketukan tangannya yang keras akan terdengar menggelegar di pintu rumah ANDA. Nyatanya, ia masih terjebak di tengah himpitan tubuh orang-orang yang datang bergerombol, belum lagi melewati kamar-kamar istana yg begitu banyak. Dia lelah, dia menyerah, takkan mungkin bisa menembus dinding manusia. Tapi kalaupun ia berhasil melakukan hal itu, situasinya sama saja. Setelah berhasil melewati deretan kamar-kamar istana, si pengantar pesan masih harus melewati halaman istana yang sangat besar; lalu dia juga harus melintasi istana kedua yang mengelilingi halaman istana pertama; setelah itu dia harus menuruni anak tangga, kemudian kembali memasuki istana berikutnya, dan begitu terus selama ribuan tahun. Lalu, apabila dia tetap berhasil mencapai pintu paling luar dari rangkaian istana tersebut_yang mana sebenarnya mustahil dilakukan_ ia masih harus melintasi ibukota kerajaan: pusat dunia masih akan berdiri menghadangnya, tertumpuk tinggi disusun oleh batu dan mineral. Tidak asa seorangpun yang bisa keluar dari kerumunan ini, apalagi jika modalnya cuma sebuah pesan dari orang mati. Namun, biar begitu, anda tetap duduk di jendela dan bermimpi bahwa saat malam tiba pesan itu pasti telah sampai di tangan ANDA.


                                                                           oleh FRANZ KAFKA







Selasa, 27 November 2012

Jeremy Brown




Pada tahun 2002, Jeremy Brown, Catcher 22 tahun dari team bisbol Visalia Oaks seberat 120 Kg, yang seperti diketahui, sangat takut untuk memukul dan harus berlari ke base kedua. Hingga sebelum itu, satu tujuannya dalam hidupnya adalah berlari ke base pertama. Tapi, pada malam itu, Jeremy, seperti biasanya, tengah bersiap memukul bola. Pitcher lawan akan melempar bola, dan Jeremy akan memukulnya ke tengah dalam, dan yang ada dalam pikirannya adalah Jeremy ingin berlari secepatnya ke base pertama. Hanya itu, tak ada yang lain, seolah base pertama itu adalah pintu keluar dari neraka yang akan segera tertutup jika ia tak segera sampai.
            Dan inilah yang menarik. Karena Jeremy akan melakukan apa yang tak pernah dilakukannya. Pertama dia akan memutar dan akan melakukannya. Jeremy memukul bola dan segera berlari ke base pertama. Jeremy meluncur kesana, menghasilkan debu merah yag hanya akan di hasilkan oleh tubuh seberat 120 kg yang menghantam tanah. Jeremy berguling-guling, berputar, Jeremy tak peduli pada tanah merah yang menyeruakkan ke tenggorokannya, matanya, semua perih itu sudah tak terasa lagi oleh Jeremy. Mati. Itu adalah seluruh mimpi buruk Jeremy yang menjadi nyata. Jeremy merangkak, mencoba mengangkat tubuhnya yang seberat 120 Kg, Jeremy merangkak gugup seperti kucing yang ketahuan mencuri, ketakutan seperti orang yang hendak di hukum pancung, mencoba mengulurkan tangannya menggapai base pertama yang terlewat beberapa meter saat ia meluncur tadi. Dan semua orang menertawakannya, lawannya, temannya, seluruh penonton.
            Dan Jeremy pun mencai tahu mengapa semua orang menertawainya, Jeremy bangkit, ragu menatap kawan setimnya memutar-mutar tangannya, menyuruhnya bangkit dan berlari. Akhirnya Jeremy sadar bahwa bola hasil pukulannya terlempar sejauh 60 kaki melewati pagar, Jeremy sudah melakukan pukulan homerun dan bahkan tak menyadarinya. Jeremy bangkit, mengangkat kedua tangannya tanpa penyesalan. Dan Jeremy berlari pelan, mengambil waktu yang ia perlukan untuk menghampiri teman-temannya yang menyambut pukulan homerun Jeremy.
            Itulah kisah Jeremy brown, pemuda 22 tahun.
            Terkadang manusia tak menyadari bahwa dia telah melakukan sesuatu yang luar biasa!!

“when you hit the homerun and take off, make sure you recognize it. You don’t want to miss your dream come true and settle for the first base.”

Moneyball the movie

Rabu, 03 Oktober 2012

Sebuah Tanya

akhirnya semua akan tiba
pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
apakah kau masih berbicara selembut dahulu?
memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku”

(kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, lembah mendala wangi
kau dan aku tegak berdiri, melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)

“apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
ketika ku dekap kau, dekaplah lebih mesra, lebih dekat”

(lampu-lampu berkelipan di jakarta yang sepi, kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya. kau dan aku berbicara. tanpa kata, tanpa suara ketika malam yang basah menyelimuti jakarta kita)

“apakah kau masih akan berkata, kudengar derap jantungmu. kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta?”

(haripun menjadi malam, kulihat semuanya menjadi muram. wajah2 yang tidak kita kenal berbicara dalam bahasa yang tidak kita mengerti. seperti kabut pagi itu)

“manisku, aku akan jalan terus
membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapan
bersama hidup yang begitu biru”




Soe Hok Gie
Selasa, 1 April 1969