Rabu, 09 Oktober 2013

Kamisan #3 Telur Dadar - resep telur dadar

Sebenarnya saya tak hendak menulis perihal ini. Hal pertama yang terpikir kali pertama saat saya duduk di depan laptop adalah sebuah cerita aneh tentang hantu; saya sedang terpikir tentang sebuah pertanyaan teman saya saat sedang menonton film Insidious 2. Namun, kemudian saya menjadi tidak yakin, ada sebuah keengganan yang tiba-tiba merasuki saya. Sebuah pikiran yang menyuruh saya menangguhkan cerita aneh itu, daripada menulisnya dalam sebuah keterburu-buruan yang barangkali menipu pikiran, saya memutuskan untuk menyimpannya agar pertanyaan tadi akrab dengan cara pikir saya, menunggu hingga ia nyaman dengan diri agar nanti ia rela dengan sendirinya menampakkan diri dalam wujudnya yang sepele. Maka izinkan saya sekali lagi menulis tentang sesuatu yang telah begitu lebur dengan diri.

Baiklah, sebelum itu, bolehlah kiranya saya menyampaikan sebuah pembelaan, bahwa saya menulis hal ini sebagai tabik saya kepada kenangan. Saya tak ingin membuat anda bosan dengan kenangan-kenangan yang hidup dalam diri saya, satu dua hal sepele yang mungkin bagi Anda adalah sebuah bentuk pemujaan berlebihan. Mau bagaimana lagi? Saya tidak bisa memungkiri bahwa barangkali saya membangun hidup saya dari kenangan-kenangan. Saya termasuk orang yang rewel, saya suka sekali menanam makna-makna dalam setiap hal yang menyinggung hidup saya. Saya bukan hendak membentengi hidup saya dari dunia di luar saya dengan kenangan-kenangan; tapi, saya lebih suka mengatakan bahwa itu adalah cara saya menghormati apapun dan siapapun, bahkan mungkin Anda. Bahwa saya akan mengingat siapapun atau apapun yang mampu memberi warna pada hidup saya yang menyedihkan, menyedihkan bukan dalam arti saya selalu menderita atau kekurangan ini-itu(barangkali saya pernah mengalami hal itu, namun itu bukan hal menyedihkan bagi saya), menyedihkan yang saya maksud adalah bahwa hidup saya tidaklah dipenuhi oleh peristiwa-peristiwa yang bisa ditertawakan atau yang cukup layak diceritakan kepada teman atau anak cucu kelak. Maka, dari sana saya mulai belajar memberi cerita atau makna pada hal-hal yang kadang kala mampir dan bersinggungan dengan kekosongan hidupku.

Sungguh saya tak bermaksud membuat Anda bosan dengan kenangan yang hidup pada diri saya. Tapi, pada kesempatan kali ini saya ingin membagikan sebuah kejadian yang hingga saat ini masih singgah dengan nyaman dalam ingatan saya.

Pada sebuah pagi yang sudah seluruh manusia sepakati sebagai sebuah hari pada bulan april tahun 2012. Pagi itu saya bangun di dalam sebuah kamar hotel di kota Palu. Saya bangun dengan perasaan aneh, sebuah perasaan wajar yang saya paksakan untuk menekan euforia bahwa hari ini saya akan bertemu dengan seorang perempuan yang sudah dengan suka rela memercayakan sebagian waktu dan harapannya akan masa depannya kepada saya. Setelah melalui serangkain percakapan yang menghadirkan sebuah janji, takdir kemudian sudi berbaik hati memberi jalan pada janji untuk menampakkan diri. Saya terbangun dengan wajar, tanpa sempat merasakan bau udara panas yang sering saya dengar dalam suara manja yang terdengar hangat dari balik speaker telepon seluler, udara panas itu hanya muncul dalam angan saat saya memenuhi paru-paru dengan udara sejuk yang keluar dari pendingin ruangan kamar hotel.

Pintu kamar hotel bergetar, menghadirkan suara riang yang lucu; saya membuka pintu kamar. Apa yang saya temukan di luar pintuku adalah sesuatu yang akan menghantui hidup saya sejak saat itu. Sebuah wajah murung yang terbingkai rapi di dalam balutan kain jilbab berwarna krem lembut. Pipi yang menggembung, ujung bibir yang membentuk sebuah ceruk kecil di pipinya, sorot mata merindu, tangan yang terkulai menenteng sebuah tas plastik berisi tempat makanan. Menghambur, tanpa ucapan selamat pagi atau pertanyaan sederhana untuk memastikan bahwa ia tidak salah orang, ia langsung memeluk.

Ia membawakan sekotak nasi goreng dan telur dadar untuk makan pagi. Yang tidak akan saya lupakan adalah bahwa telur dadar itu agak terlalu asin. Saya agak tak percaya kala ia bilang sudah makan, apa iya ia akan tetap memberikan telur dadar itu pada saya kalau ia mengetahui bahwa telur dadar  itu agak terlalu banyak mengandung garam? Dan bentuk wajahnya kala merasakan telur dadar itu sungguh tak terlupakan, serupa dengan ekspresi saat ia tengah berdiri di depan pintu tadi, tapi sedikit lebih lucu. Pipinya yang bulat bersemu merah, dua bola matanya agak redup, cuping hidungnya mengecil dengan cara yang aneh, dan bibirnya yang malu tertarik lebih panjang seolah ada yang lucu di wajah saya. Ah itu seperti anda tengah menyaksikan sebuah larik pelangi tanpa warna hijau pada barisannya.

Perempuan pemilik wajah pelangi tanpa warna hijau itu kini telah memutuskan berlepas diri dari saya, namun ekspresi wajahnya tetaplah milik saya. Maka jangan tuduh saya gila bila saya selalu tersenyum menatap onggokan telur dadar di atas piring makan saya. Sepotong telur dadar(boleh dibaca: kenangan) di pagi hari bolehlah mencerahkan sebuah hari kelabu di bulan Oktober--seharusnya musim penghujan sudah mulai sering hadir di bulan ini, atau anggap saja begitu.

Anggaplah kuning telur itu Anda, dan putih telur itu sebagai kenangan. Anda bisa saja terus tumbuh di dalam kenangan Anda, terbungkus dalam dunia kenangan yang tak berwana. Atau Anda pun boleh mengolahnya menjadi telur dadar yang bisa membuat hari Anda yang murung menjadi hari yang bisa Anda tertawakan atau Anda senyumi. Dengan meleburkan kenangan bersama diri menjadi satu; Anda boleh menambahkan sejumput  penerimaan atau keikhlasan, ditambah dengan sedikit cincangan pikiran positif, lalu taburi dengan mimpi Anda akan kebahagiaan; niscaya kenangan adalah seorang teman setia yang bisa menguatkan kalau Anda berkehendak demikian. Maka saya takkan mengganggap Anda gila saat Anda tertawa didepan piring makan Anda. Anda tidak sendiri, Anda ada bersama dengan saya. Nah, selamat menikmati telur dadar Anda dengan cara yang boleh Anda pilih. Salam sejahtera!

3 komentar:

  1. btw, nanti mampir sini yak , http://pojok-hening.blogspot.com/2010/12/ingatan-dan-hujan.html

    BalasHapus
  2. aneh, sebelum ini udah tulis komentar , kenapa gak nongol... huuu entaran aku komen japri langsung aja dah ;p

    BalasHapus
    Balasan
    1. sudah masuk kok teteh komennya. terima kasih sudah mau meninggalkan jejak(baca:kenangan) :D

      Hapus