Selasa, 22 September 2015

Kabar Burung yang kurang Ajar






Begini, saya hampir lupa kalau saya punya oleh-oleh untuk kalian. Hahahaha... jadi, beberapa waktu yang lalu saya mampir ke kosan teman saya yang di kamarnya, tanpa saya duga-duga ternyata menyimpan tumpukan buku yang menggiurkan untuk dibawa pulang. Yakin deh, dari seluruh koleksi buku di sana, setidaknya lebih dari separuhnya sangat mengesimakan untuk dibaca. Saya tidak akan menyebutkan bahwa kawan saya itu adalah pemilik toko buku daring Standbuku.wordpress.com karena saya tidak mau dikira sedang promo. Tapi, sayangnya, oleh-oleh itu bukan berupa buku. Kendati demikian, saya kira oleh-oleh saya ini tidak lebih buruk dari sekadar beberapa eksemplar buku.

Dalam sebuah pembicaraan, teman saya itu bertanya, ‘apa yang terjadi jika seandainya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah(atau pihak yang berwenang)nya begitu menyedihkan?’ pernah enggak sih kalian bilang ‘ah bohong itu.’ Ketika melihat berita di televisi atau membaca berita di koran? Apa jadinya jika masyarakat tidak lagi mempercayai apa yang dikatakan oleh pemerintah/penguasa/media? Bahkan saat yang dikatakan itu benar?

Dahulu, ketika masih kecil, saya pernah mendengar dongeng tentang seekor domba yang suka meneriakkan ‘Serigala!’ padahal saat itu tidak ada serigala. Teriakan itu, mengundang reaksi, banyak yang datang hendak menolong domba itu. Tetapi ketika mereka tidak menemukan satu serigala pun yang mengancam keselamatan domba itu, mereka pergi bersungut-sungut. Tidak hanya sekali, namun kejadian itu berulang, lagi dan lagi. Sampai pada batas ketika mereka muak oleh jeritan minta tolong domba itu. Bahkan ketika domba itu jatuh dalam situasi yang membahayakan nyawanya, ketika serigala benar-benar ada untuk memangsanya, tak ada lagi yang percaya pada teriakan domba itu meskipun pada saat yang terakhir ini sang domba tidaklah berbohong.

Kedua kondisi di atas saya kira berhasil dikisahkan oleh Mario Vargas Llosa dengan sangat ciamik di buku ‘Siapa Pembunuh Palomino Molero?’. Meski sesungguhnya buku ini termasuk ke dalam buku misteri, walaupun tidak seperti buku misteri sebagaimana biasanya. Bukannya mencekam, buku ini justru tampak bagi saya lebih menghibur dengan humor-humornya. Llosa seolah tak tergiur untuk membuat pembacanya tegang mengikuti penyelidikan demi penyelidikan yang dilakukan oleh Letnan Silva dan Lituma demi mengungkapkan kasus pembunuhan Palomino Molero. Yang meskipun demikian, anehnya, dengan cara yang ajaib Llosa berhasil membuat saya terhanyut untuk mengikuti penyelidikan kasus itu.

Llosa dengan sangat menyakinkan menunjukkan pada saya bagaimana pembunuhan itu terjadi. Lengkap dengan tersangka pelaku dan motif pembunuhan itu. Tetapi pada saat yang sama Llosa dengan sangat lihai menyisipkan satu dan dua dialog yang justru membuat saya tidak yakin pada apa yang telah saya yakini sejak awal. Llosa dengan sangat indah mengakhiri buku ini dengan sengaja menyerahkan kepada pembaca untuk mempercayai mana yang benar, hasil penyelidikan yang gamblang atau selentingan kabar burung yang akhirnya beredar di warung Dona Adriana. Masyarakat, di warung-warung kopi, yang kadang tidak mengetahui apapun selain kabar yang beredar di media, selalu bisa menjadi pakar dalam hal bergunjing dan seperti pengamat ahli dalam hal apapun, dengan ajaib akan mampu mengurai masalah sepelik apapun dengan pemikiran mereka sendiri. bahkan jika itu terkadang berlawanan sama sekali dengan apa yang sesungguhnya terjadi atau sama sekali berlawanan dengan pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang. Saya sendiri termasuk orang yang percaya bahwa setiap kalimat yang dituliskan di dalam sebuah buku seharusnya mempunyai tugas/fungsi/arti sendiri. Kalau tidak, untuk apa Llosa susah-susah menuliskan kisah ini?

Judul            : Siapa pembunuh Palomino Molero?
Penulis         : Mario Vargas Llosa
Penerbit       : Komodo books
Tahun terbit  : cetakan 1, Mei 2012
Alih bahasa  : Ronny Agustinus
ISBN           : 978-602-9137-03-3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar