Begini, saya hampir lupa kalau saya
punya oleh-oleh untuk kalian. Hahahaha... jadi, beberapa waktu yang lalu saya
mampir ke kosan teman saya yang di kamarnya, tanpa saya duga-duga ternyata
menyimpan tumpukan buku yang menggiurkan untuk dibawa pulang. Yakin deh, dari
seluruh koleksi buku di sana, setidaknya lebih dari separuhnya sangat
mengesimakan untuk dibaca. Saya tidak akan menyebutkan bahwa kawan saya itu
adalah pemilik toko buku daring Standbuku.wordpress.com karena saya tidak mau
dikira sedang promo. Tapi, sayangnya, oleh-oleh itu bukan berupa buku.
Kendati demikian, saya kira oleh-oleh saya ini tidak lebih buruk dari sekadar beberapa
eksemplar buku.
Dalam sebuah pembicaraan, teman saya itu
bertanya, ‘apa yang terjadi jika seandainya kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah(atau pihak yang berwenang)nya begitu menyedihkan?’ pernah enggak sih
kalian bilang ‘ah bohong itu.’ Ketika melihat berita di televisi atau membaca
berita di koran? Apa jadinya jika masyarakat tidak lagi mempercayai apa yang
dikatakan oleh pemerintah/penguasa/media? Bahkan saat yang dikatakan itu benar?
Dahulu, ketika masih kecil, saya pernah
mendengar dongeng tentang seekor domba yang suka meneriakkan ‘Serigala!’
padahal saat itu tidak ada serigala. Teriakan itu, mengundang reaksi, banyak
yang datang hendak menolong domba itu. Tetapi ketika mereka tidak menemukan
satu serigala pun yang mengancam keselamatan domba itu, mereka pergi
bersungut-sungut. Tidak hanya sekali, namun kejadian itu berulang, lagi dan
lagi. Sampai pada batas ketika mereka muak oleh jeritan minta tolong domba itu.
Bahkan ketika domba itu jatuh dalam situasi yang membahayakan nyawanya, ketika
serigala benar-benar ada untuk memangsanya, tak ada lagi yang percaya pada
teriakan domba itu meskipun pada saat yang terakhir ini sang domba tidaklah
berbohong.
Kedua kondisi di atas saya kira berhasil
dikisahkan oleh Mario Vargas Llosa dengan sangat ciamik di buku ‘Siapa Pembunuh
Palomino Molero?’. Meski sesungguhnya buku ini termasuk ke dalam buku misteri, walaupun
tidak seperti buku misteri sebagaimana biasanya. Bukannya mencekam, buku ini
justru tampak bagi saya lebih menghibur dengan humor-humornya. Llosa seolah tak
tergiur untuk membuat pembacanya tegang mengikuti penyelidikan demi
penyelidikan yang dilakukan oleh Letnan Silva dan Lituma demi mengungkapkan
kasus pembunuhan Palomino Molero. Yang meskipun demikian, anehnya, dengan cara
yang ajaib Llosa berhasil membuat saya terhanyut untuk mengikuti penyelidikan
kasus itu.
Llosa dengan sangat menyakinkan
menunjukkan pada saya bagaimana pembunuhan itu terjadi. Lengkap dengan
tersangka pelaku dan motif pembunuhan itu. Tetapi pada saat yang sama Llosa
dengan sangat lihai menyisipkan satu dan dua dialog yang justru membuat saya
tidak yakin pada apa yang telah saya yakini sejak awal. Llosa dengan sangat
indah mengakhiri buku ini dengan sengaja menyerahkan kepada pembaca untuk
mempercayai mana yang benar, hasil penyelidikan yang gamblang atau selentingan
kabar burung yang akhirnya beredar di warung Dona Adriana. Masyarakat, di warung-warung kopi, yang kadang tidak mengetahui apapun selain kabar yang beredar di media, selalu bisa menjadi pakar dalam hal bergunjing dan seperti pengamat ahli dalam hal apapun, dengan ajaib akan mampu mengurai masalah sepelik apapun dengan pemikiran mereka sendiri. bahkan jika itu terkadang berlawanan sama sekali dengan apa yang sesungguhnya terjadi atau sama sekali berlawanan dengan pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang. Saya sendiri
termasuk orang yang percaya bahwa setiap kalimat yang dituliskan di dalam
sebuah buku seharusnya mempunyai tugas/fungsi/arti sendiri. Kalau tidak, untuk
apa Llosa susah-susah menuliskan kisah ini?
Judul : Siapa pembunuh Palomino Molero?
Penulis : Mario Vargas Llosa
Penerbit : Komodo books
Tahun terbit : cetakan 1, Mei 2012
Alih bahasa : Ronny Agustinus
ISBN : 978-602-9137-03-3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar