Pembaca
yang budiman, inilah minggu-minggu penuh derita1. Setelah usainya
prahara asmara beda keyakinan, kini putus pula jalinan kasih beda pulau yang
tersohor itu. Di bulan ketika hujan tengah mekar dengan ciamik ini justru kedua
lelaki tampan itu harus merasai yang namanya patah hati. Sementara Olih tengah
bermain ke Dataran Tortilla, menengok Danny yang sedang berbaik hati kepada
kawan-kawan gelandangannya, demi melongsorkan kesepian yang singgah dengan kurang
ajar; David jumawa menikmati tingkah prajurit Schweik tercinta kita yang agak
lemah akal. Namun itu hanya sejenak, David menutup buku itu saat tiba di sebuah
kalimat ‘Babipun akan terbang bila memiliki sayap.’
Olih
melirik sekejap kepada David, menakar buku yang baru dibelinya dari Boekoe
Factory Outlet itu tidak bakal dilemparkan David ke luar pintu, ia mencari
kembali kalimat terakhir yang ditinggalkannya barusan.
“Di mana kau beli buku itu?” david menunjuk
buku yang tadi ia baca dengan dagunya.
“Bagus
ya?” Olih menyeringai.
“Tentu.”
David mengemputkan pipinya dalam dalam. “Buku seperti itu akan membuat siapapun
terhibur, terutama untuk lelaki tengik macam kita.” Olih menutup bukunya lalu
meraih bungkus rokok di meja kayu samping ranjang. “Hujan yang menyebalkan.
Kita harus segera ke toko buku begitu hujan reda. Aku sepertinya sedang butuh
banyak buku macam itu.”
“Kenapa
repot?”
“Apa
maksudmu?”
Olih
menghela asap rokoknya panjang sebelum menjawab “beli aja online. Sms atau whatsapp, beres. Tak perlu sia-siakan umurmu terjebak macet di
jalan.”
“Mana
yang lebih sia-sia, mati ditengah kemacetan atau mati kesepian?”
“Kau
ini memang goblok atau ketularan Schweik?”
David
tak mengacuhkan pertanyaan Olih. Lelaki itu malah terbatuk, tersedak asap
rokoknya sendiri seperti anak kecil yang pertama kali belajar merokok. Ia lupa
mengganti nada pesan masuknya. Sekonyong-konyong suara perempuan itu melantun
aduhai membacakan puisi Soe Hok Gie...
Ada orang yang menghabiskan waktunya untuk berziarah ke Mekkah
Ada orang yang menghabiskan waktunya untuk berjudi di
Miraza
Tapi aku ingin
habiskan waktuku di sisimu, sayangku
Bicara tentang anjing-anjing
kita yang nakal dan lucu
...
Sambil menelan harga dirinya, David berujar “bukankah
sekarang ini sedang marak penipuan jual beli online?”
“Yeeaaah... tapi, tidak kok di Boekoe Factory
Outlet. Tuh buktinya.”
“Hmmm... oke. Oke. Tapi kenapa kamu suka sekali beli
buku di sana? Memangnya olshop yang
lain ga ada?”
“Yang jelas sih harganya miring. Terus banyak buku
sastra klasiknya, baik terjemahan ataupun edisi bahasa inggris. Banyak
buku-buku yang langka pun. Trus bisa ngutang dulu. Kurang apa coba? Udah gitu minsis-nya cantiiiik, jomblo pula...
hahaha...”
David melempar bantal ke muka Olih. “trus..? kenapa
memangnya kalau jomblo?” Olih hanya menaikkan alisnya sambil menghisap rokok.
“jadi, apa gunanya kamu baca cerpen ‘teknik mendapatkan cinta sejati’ yang kamu
sombongkan kemarin?”
“Susah bro... masa aku harus pindah agama dulu buat
godain minsis-nya.” Kemudian ia
terbenak ketika mengatakan ‘Seandainya kita tidak beda agama, aku pasti akan
melamarmu.’ kepada seorang kawan perempuan yang ia sukai sejak awal pertemanan
mereka. Bahwa apa yang ia baca salah, terasa lebih menyakitkan ketika perempuan
itu menjawab ‘lalu kenapa kalau kita beda keyakinan? Asal kamu tahu, andaipun
kita satu keyakinan, aku akan berpikir sepuluh kali untuk mau sama kamu.’
Penolakan, entah karena beda keyakinan atau bukan, sama menyakitkannya.
David dan Olih, masing-masing memenuhi paru-parunya
dengan asap rokok seolah tengah mengisi jurang di rongga dada mereka dengan
kabut. Dingin karena hujan dan kabut buatan itu sekonyong-konyong menebalkan
kesepian di kamar kos mereka. Olih berdiri lalu pergi ke sudut kamar,
menyambungkan ponselnya ke pengeras suara yang kemudian memutar Lagu Sedih
milik Dialog Dini Hari. David menoleh ke arah Olih lalu berdiri saat mendengar
bunyi desisan dari dispenser. Membuka
kotak pusakanya dan mengeluarkan bubuk kopi yang terbungkus rapat di dalam
kotak kertas coklat. Menakar kopi untuk dua cangkir, menyeduhnya tanpa gula. Ia
membawanya, lalu duduk sambil menyandarkan punggung ke ranjang.
Olih menghampiri David, duduk dengan menekuk kedua
kakinya. David tersenyum lalu nyeletuk “kasihan sekali nasibmu. Orang normal
menghangatkan diri dengan memeluk kekasihnya, kamu?? Memeluk kaki sendiri!!”
David tergelak-gelak menertawakan perkataannya.
Olih mencibirkan mulut lalu menyesap kopinya. “kaupikir,
siapa yang akan kaupeluk??” tawa David padam.
Murung itu
sungguh indah... Melambatkan butir darah... nikmatilah saja kegundahan ini..
segala denyutnya yang merobek sepi... kelesuan ini jangan lekas pergi... aku
menyelami sampai lelah hati
Lagu Efek Rumah Kaca meningkahi bekunya air hujan
yang tertangkap mata Olih. David lesu menekuri layar ponselnya. Teliti membacai
list buku-buku yang terpampang di sana, tak terganggu sedikitpun oleh suara
sendu vokalis Efek Rumah Kaca.
“Hmmm... sedikit sekali katalog bukunya.” Olih
menoleh tanpa minat. “bah! Ini katalog bulan lalu!”
“Yaaaah... “ Olih menghembuskan asap rokoknya ke
tengah udara. “bahkan buku-buku yang tertera dalam katalog yang baru mereka
rilis pun terkadang sudah tak ada stok ketika hendak kau pesan.”
“bukankah itu menyebalkan?”
“Ndak juga sih.. Cuma lebih cenderung nyesek aja...
“ sekonyong-konyong ia teringat DP BBM perempuan itu, yang mendadak digantikan
oleh gambar yang mengetengahkan perempuan itu berjinjit untuk mengecup sisi
helm yang dipakai seorang lelaki yang dengan pakaian pembalap tengah duduk di
atas motor. "Yah
maklumlah, keduanya masih pada sibuk nyari jodoh..."
Dorongan untuk tertawa ketika mendengar kalimat itu
punah ditikam ingatan akan nasibnya sendiri. Nasib adalah kesunyian
masing-masing2. David menekan puntung rokoknya pada asbak.
"Barangkali mereka harus ketemu jodoh dulu
biar mereka bisa total ngurusin pipi eh ngurusin olshop-nya maksudku..."
"Kalau dipikir-pikir, duet semacam itu, cukup
menjanjikan, bukan?"
"Maksudmu?"
"Begini lho, dengan satu orang mengurusi
pengadaan buku dan satu orang yang lain melayani pembelian, bukankah itu bakal
memudahkan masing-masing individu untuk total melakukan tugasnya
masing-masing??"
"Iya sih. Tapi bagaimana kalau begini kejadiannya,
misalnya, minsis yang melayani
pesanan lagi ga bisa meng-handle
tugasnya, trus yang megang urusan pengadaan buku gak mau menerima pesanan juga
kan kasihan pembelinya?? Jadi bingung, trus nanti doi nekat bunuh diri
piye??"
Uhuk uhuk... olih tersedak demi mendengar lelucon
David. "Mas, kalau mau bikin joke
mbok ya dilatih dulu mas joke-nya"
Olih pergi mencabut kabel speaker
aktif yang tersambung ke ponselnya. Lalu duduk ke tempat semula sambil menekuri
layar ponsel. "Tapi bener juga sih, kek nya kalau agak fleksibel bisa jadi
lebih memudahkan. Kan sebenernya tinggal di-forward-kan
aja toh pesenannya. Sama halnya dengan minsis
saat menerima pesanan, untuk urusan stok buku, ada baiknya juga kalau dia tau,
jadi ndak melulu harus nanya stok ke yang ngadain buku."
"Hmmmm.... tapi kalau dipikir lagi, kita ini
sok tau ga sih? Lihat dapurnya aja kita tidak, tapi sudah omong ini itu."
Olih terkekeh juga mendengar penuturan David.
"Perkara patah hati ini benar-benar bikin dungu ya!!"
"Memangnya, hal seperti apa sih yang kamu pengen dari sebuah tobuk
online?"
"Yang pasti sih, pengennya, kalau bisa,
menyediakan buku-buku yang ga ada di toko buku. Jadi bener-bener bisa jadi
semacam tobuk alternatif selain tobuk yang sudah ada di mall-mall gitu. Jadi
pembeli punya lebih banyak pilihan bacaan." "Bayangkan,
buku-buku aneh selain buku-buku yang sering nampang di toko buku. Tau sendiri
kan selera bacaanku ini agak nyeleneh. Ya kayak prajurit schweik yang tadi itu.
Ga perlu harus murah juga sih, selama ketersediaan buku-buku siluman itu bisa
diendus, itu sudah jauh lebih murah dari buku gratis sekalipun."
"Iya sih, buku-buku dari penerbit semacam kata
kita, banana, ultimus, marjin kiri, akar dan penerbit lain yang tak bisa
menembus toko buku besar gitu memang susah didapat sih."
"Nah makanya itu, kan?"
"Ada lagi yang kau inginkan? Mumpung aku lagi chating-an sama minsis-nya
ini." Olih serius menekuri ponsel pintarnya.
"Hmm... " David mengankat dagu sambil
mengelus jenggotnya yang tak seberapa. "Kupikir, bonus semacam pembatas
buku gitu asyik juga kan. Dengan quote kecil macam 'sejak dulu beginilah cinta,
deritanya tiada pernah berakhir.' Nah bagaimana menurutmu?"
"Menurutku, kau perlu segera mencari kekasih
baru, biar tak sakit-sakit benar dalamanmu itu."
"Kau benar. Ke Mbak mendoan, yuk!" David bangkit mengambil
jaketnya. "Tapi aku serius soal pembatas buku tadi. Orang tengik macam
kita butuh pembatas buku seperti itu. Siapa tau bisa untuk merayu Mbak
mendoan."
"Jangan Sinting!"
Olih berdiri di lubang pintu, bersisian menutup
lubangnya. Hujan di luar belum reda. Tempias air hujan menerpa wajah mereka.
Bahkan air hujan terasa hangat dibandingkan jiwa mereka yang beku sehabis
dikosongkan dari dalamnya bongkahan-bongkahan cinta.
David memasukkan tangannya ke saku jaket dan
ngeluyur pergi, dingin pada tetes hujan yang jatuh di jaketnya, di rambutnya.
Olih menyulut sebatang rokok, menghisapnya dalam, menutup pintu, tanpa mengunci
pintu ia pergi menerobos hujan. Menggauli hujan. Lagipula, bagaimana mungkin
kau bisa bersikap tak romantis terhadap hujan??
Ps:
1. Pembaca yang budiman, inilah minggu-minggu penuh
derita : dikutip dari cerpen Edward dan Tuhan karya Milan Kundera
2. Nasib
adalah kesunyian masing-masing : dikutip dari Chairil
Anwar
3. bagaimana
mungkin kau bisa bersikap tak romantis terhadap hujan?? : dikutip bebas dari film Moneyball
Tulisan ini diikutkan dalam #GABoekoe oleh Factory Outlet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar