Selasa, 20 Januari 2015

Dua Penggerutu Paling Tampan

Pembaca yang budiman, inilah minggu-minggu penuh derita1. Setelah usainya prahara asmara beda keyakinan, kini putus pula jalinan kasih beda pulau yang tersohor itu. Di bulan ketika hujan tengah mekar dengan ciamik ini justru kedua lelaki tampan itu harus merasai yang namanya patah hati. Sementara Olih tengah bermain ke Dataran Tortilla, menengok Danny yang sedang berbaik hati kepada kawan-kawan gelandangannya, demi melongsorkan kesepian yang singgah dengan kurang ajar; David jumawa menikmati tingkah prajurit Schweik tercinta kita yang agak lemah akal. Namun itu hanya sejenak, David menutup buku itu saat tiba di sebuah kalimat ‘Babipun akan terbang bila memiliki sayap.’
 
Olih melirik sekejap kepada David, menakar buku yang baru dibelinya dari Boekoe Factory Outlet itu tidak bakal dilemparkan David ke luar pintu, ia mencari kembali kalimat terakhir yang ditinggalkannya barusan.


 “Di mana kau beli buku itu?” david menunjuk buku yang tadi ia baca dengan dagunya.
 
“Bagus ya?” Olih menyeringai.
 
“Tentu.” David mengemputkan pipinya dalam dalam. “Buku seperti itu akan membuat siapapun terhibur, terutama untuk lelaki tengik macam kita.” Olih menutup bukunya lalu meraih bungkus rokok di meja kayu samping ranjang. “Hujan yang menyebalkan. Kita harus segera ke toko buku begitu hujan reda. Aku sepertinya sedang butuh banyak buku macam itu.”


“Kenapa repot?”


“Apa maksudmu?”
 
Olih menghela asap rokoknya panjang sebelum menjawab “beli aja online. Sms atau whatsapp, beres. Tak perlu sia-siakan umurmu terjebak macet di jalan.”


“Mana yang lebih sia-sia, mati ditengah kemacetan atau mati kesepian?”


“Kau ini memang goblok atau ketularan Schweik?”


David tak mengacuhkan pertanyaan Olih. Lelaki itu malah terbatuk, tersedak asap rokoknya sendiri seperti anak kecil yang pertama kali belajar merokok. Ia lupa mengganti nada pesan masuknya. Sekonyong-konyong suara perempuan itu melantun aduhai membacakan puisi Soe Hok Gie...


Ada orang  yang menghabiskan waktunya untuk berziarah ke Mekkah
Ada orang  yang menghabiskan waktunya untuk berjudi di Miraza
Tapi aku ingin habiskan waktuku di sisimu, sayangku
Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu
...


Sambil menelan harga dirinya, David berujar “bukankah sekarang ini sedang marak penipuan jual beli online?”


“Yeeaaah... tapi, tidak kok di Boekoe Factory Outlet. Tuh buktinya.”


“Hmmm... oke. Oke. Tapi kenapa kamu suka sekali beli buku di sana? Memangnya olshop yang lain ga ada?”


“Yang jelas sih harganya miring. Terus banyak buku sastra klasiknya, baik terjemahan ataupun edisi bahasa inggris. Banyak buku-buku yang langka pun. Trus bisa ngutang dulu. Kurang apa coba? Udah gitu minsis-nya cantiiiik, jomblo pula... hahaha...”


David melempar bantal ke muka Olih. “trus..? kenapa memangnya kalau jomblo?” Olih hanya menaikkan alisnya sambil menghisap rokok. “jadi, apa gunanya kamu baca cerpen ‘teknik mendapatkan cinta sejati’ yang kamu sombongkan kemarin?”


“Susah bro... masa aku harus pindah agama dulu buat godain minsis-nya.” Kemudian ia terbenak ketika mengatakan ‘Seandainya kita tidak beda agama, aku pasti akan melamarmu.’ kepada seorang kawan perempuan yang ia sukai sejak awal pertemanan mereka. Bahwa apa yang ia baca salah, terasa lebih menyakitkan ketika perempuan itu menjawab ‘lalu kenapa kalau kita beda keyakinan? Asal kamu tahu, andaipun kita satu keyakinan, aku akan berpikir sepuluh kali untuk mau sama kamu.’ Penolakan, entah karena beda keyakinan atau bukan, sama menyakitkannya. 
 
David dan Olih, masing-masing memenuhi paru-parunya dengan asap rokok seolah tengah mengisi jurang di rongga dada mereka dengan kabut. Dingin karena hujan dan kabut buatan itu sekonyong-konyong menebalkan kesepian di kamar kos mereka. Olih berdiri lalu pergi ke sudut kamar, menyambungkan ponselnya ke pengeras suara yang kemudian memutar Lagu Sedih milik Dialog Dini Hari. David menoleh ke arah Olih lalu berdiri saat mendengar bunyi desisan dari dispenser. Membuka kotak pusakanya dan mengeluarkan bubuk kopi yang terbungkus rapat di dalam kotak kertas coklat. Menakar kopi untuk dua cangkir, menyeduhnya tanpa gula. Ia membawanya, lalu duduk sambil menyandarkan punggung ke ranjang.


Olih menghampiri David, duduk dengan menekuk kedua kakinya. David tersenyum lalu nyeletuk “kasihan sekali nasibmu. Orang normal menghangatkan diri dengan memeluk kekasihnya, kamu?? Memeluk kaki sendiri!!” David tergelak-gelak menertawakan perkataannya.


Olih mencibirkan mulut lalu menyesap kopinya. “kaupikir, siapa yang akan kaupeluk??” tawa David padam.


Murung itu sungguh indah... Melambatkan butir darah... nikmatilah saja kegundahan ini.. segala denyutnya yang merobek sepi... kelesuan ini jangan lekas pergi... aku menyelami sampai lelah hati


Lagu Efek Rumah Kaca meningkahi bekunya air hujan yang tertangkap mata Olih. David lesu menekuri layar ponselnya. Teliti membacai list buku-buku yang terpampang di sana, tak terganggu sedikitpun oleh suara sendu vokalis Efek Rumah Kaca.


“Hmmm... sedikit sekali katalog bukunya.” Olih menoleh tanpa minat. “bah! Ini katalog bulan lalu!”


“Yaaaah... “ Olih menghembuskan asap rokoknya ke tengah udara. “bahkan buku-buku yang tertera dalam katalog yang baru mereka rilis pun terkadang sudah tak ada stok ketika hendak kau pesan.”


“bukankah itu menyebalkan?”


“Ndak juga sih.. Cuma lebih cenderung nyesek aja... “ sekonyong-konyong ia teringat DP BBM perempuan itu, yang mendadak digantikan oleh gambar yang mengetengahkan perempuan itu berjinjit untuk mengecup sisi helm yang dipakai seorang lelaki yang dengan pakaian pembalap tengah duduk di atas motor. "Yah maklumlah, keduanya masih pada sibuk nyari jodoh..." 
 
Dorongan untuk tertawa ketika mendengar kalimat itu punah ditikam ingatan akan nasibnya sendiri. Nasib adalah kesunyian masing-masing2. David menekan puntung rokoknya pada asbak.
 
"Barangkali mereka harus ketemu jodoh dulu biar mereka bisa total ngurusin pipi eh ngurusin olshop-nya maksudku..."
 
"Kalau dipikir-pikir, duet semacam itu, cukup menjanjikan, bukan?"
 
"Maksudmu?"
 
"Begini lho, dengan satu orang mengurusi pengadaan buku dan satu orang yang lain melayani pembelian, bukankah itu bakal memudahkan masing-masing individu untuk total melakukan tugasnya masing-masing??"
 
"Iya sih. Tapi bagaimana kalau begini kejadiannya, misalnya, minsis yang melayani pesanan lagi ga bisa meng-handle tugasnya, trus yang megang urusan pengadaan buku gak mau menerima pesanan juga kan kasihan pembelinya?? Jadi bingung, trus nanti doi nekat bunuh diri piye??"
 
Uhuk uhuk... olih tersedak demi mendengar lelucon David. "Mas, kalau mau bikin joke mbok ya dilatih dulu mas joke-nya" Olih pergi mencabut kabel speaker aktif yang tersambung ke ponselnya. Lalu duduk ke tempat semula sambil menekuri layar ponsel. "Tapi bener juga sih, kek nya kalau agak fleksibel bisa jadi lebih memudahkan. Kan sebenernya tinggal di-forward-kan aja toh pesenannya. Sama halnya dengan minsis saat menerima pesanan, untuk urusan stok buku, ada baiknya juga kalau dia tau, jadi ndak melulu harus nanya stok ke yang ngadain buku."
 
"Hmmmm.... tapi kalau dipikir lagi, kita ini sok tau ga sih? Lihat dapurnya aja kita tidak, tapi sudah omong ini itu."
 
Olih terkekeh juga mendengar penuturan David. "Perkara patah hati ini benar-benar bikin dungu ya!!" "Memangnya, hal seperti apa sih yang kamu pengen dari sebuah tobuk online?"
 
"Yang pasti sih, pengennya, kalau bisa, menyediakan buku-buku yang ga ada di toko buku. Jadi bener-bener bisa jadi semacam tobuk alternatif selain tobuk yang sudah ada di mall-mall gitu. Jadi pembeli punya lebih banyak pilihan bacaan." "Bayangkan, buku-buku aneh selain buku-buku yang sering nampang di toko buku. Tau sendiri kan selera bacaanku ini agak nyeleneh. Ya kayak prajurit schweik yang tadi itu. Ga perlu harus murah juga sih, selama ketersediaan buku-buku siluman itu bisa diendus, itu sudah jauh lebih murah dari buku gratis sekalipun."
 
"Iya sih, buku-buku dari penerbit semacam kata kita, banana, ultimus, marjin kiri, akar dan penerbit lain yang tak bisa menembus toko buku besar gitu memang susah didapat sih."
 
"Nah makanya itu, kan?"
 
"Ada lagi yang kau inginkan? Mumpung aku lagi chating-an sama minsis-nya ini." Olih serius menekuri ponsel pintarnya.
 
"Hmm... " David mengankat dagu sambil mengelus jenggotnya yang tak seberapa. "Kupikir, bonus semacam pembatas buku gitu asyik juga kan. Dengan quote kecil macam 'sejak dulu beginilah cinta, deritanya tiada pernah berakhir.' Nah bagaimana menurutmu?"
 
"Menurutku, kau perlu segera mencari kekasih baru, biar tak sakit-sakit benar dalamanmu itu."
 
"Kau benar. Ke Mbak mendoan, yuk!" David bangkit mengambil jaketnya. "Tapi aku serius soal pembatas buku tadi. Orang tengik macam kita butuh pembatas buku seperti itu. Siapa tau bisa untuk merayu Mbak mendoan."
 
"Jangan Sinting!"
 
Olih berdiri di lubang pintu, bersisian menutup lubangnya. Hujan di luar belum reda. Tempias air hujan menerpa wajah mereka. Bahkan air hujan terasa hangat dibandingkan jiwa mereka yang beku sehabis dikosongkan dari dalamnya bongkahan-bongkahan cinta.
 
David memasukkan tangannya ke saku jaket dan ngeluyur pergi, dingin pada tetes hujan yang jatuh di jaketnya, di rambutnya. Olih menyulut sebatang rokok, menghisapnya dalam, menutup pintu, tanpa mengunci pintu ia pergi menerobos hujan. Menggauli hujan. Lagipula, bagaimana mungkin kau bisa bersikap tak romantis terhadap hujan??
 
 
 
Ps:
1. Pembaca yang budiman, inilah minggu-minggu penuh derita : dikutip dari cerpen Edward dan Tuhan karya Milan Kundera
2. Nasib adalah kesunyian masing-masing : dikutip dari Chairil Anwar
3. bagaimana mungkin kau bisa bersikap tak romantis terhadap hujan?? : dikutip bebas dari film Moneyball
 
 
Tulisan ini diikutkan dalam #GABoekoe oleh Factory Outlet.
http://foboekoe.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar