Doni
terbangun dari tidurnya karena suara deritan pintu yang terbuka. Dalam
kegelapan kamar pada tengah malam, Doni memerlukan satu dua menit untuk
membiasakan matanya dengan pekatnya malam. Bukan pintu kamar yang terbuka, Samar-samar,
Doni mendapati pintu lemarinya telah terbuka. Dengan memicingkan mata, Doni
sungguh-sungguh berusaha mencermati lubang hitam yang tersibak. Namun semua
gelap. Doni tak mendapati apapun selain lengan kemejanya yang tertimpa
keremangan.
Srek.
Tersirap, bukannya memalingkan pandangan, Doni justru makin serius memusatkan
perhatiannya pada lubang hitam yang menganga itu. Hati Doni berdesir saat
kemudian saat sebuah suara lelaki keluar dari dalam lemari pakaiannya.
“Tunggu
dulu, kenapa kita melulu harus masuk dari dalam lemari?” tanya sebuah suara
yang terdengar berat.
“Apa
maksudmu? Memang seperti ini sudah jalannya, terima saja!” sahut suara yang
lain.
“Tidak
bisa! Sudah akan terlambat kalau harus masuk lewat lemari di kamar ini. Tahukah
kau berapa lama untuk sampai ke dapur? Aku harus menghentikan perempuan itu
sebelum ia mulai memasukan ulekan bawangnya ke wajan panas. Aku tak tahan kalau
harus mencium bau harum itu lagi. Aku akan lewat dinding dapur langsung!” tukas
suara berat itu dengan lebih garang.
Doni
tak bergerak dari kasurnya. Entah apa yang dicarinya. Tangan Doni lambat
merabai permukaan kasur dingin di sebelahnya. Mira, istrinya, tak ada di sana.
Tercekat,
Doni diam, tak berusaha membuat sedikitpun suara. Setelah menajamkan
pendengaran dan yakin kalau suara-suara tadi benar-benar tak ada lagi, Doni pun
dengan naif menganggap suara-suara itu hanyalah apa yang ia bawa dari alam
mimpi. Doni merapatkan selimutnya, tanpa ada kemauan untuk sekedar menutup
pintu lemari yang telah terbuka.
***
“Kenapa
kita harus masuk dari dalam lemari?” protes suara berat itu sengit di dalam
sebuah forum dalam bentuk melingkar di sebuah ruangan gelap tanpa sebuahpun
sumber cahaya.
“Apa
maksudmu? Itu sudah tradisi dari ratusan tahun yang lalu, kenapa kau
ribut-ribut?” tukas seorang perempuan setengah baya yang hanya mengenakan
daster selutut yang tak jelas warnanya karena gelap sehingga menyamarkan bercak
darah di daerah perutnya.
“Tahukah
kalian berapa jauh jarak dari lemari di sana ke dapur rumah itu?”
“lalu?”
buru perempuan itu menyela.
“Aku
harus mencegah perempuan di rumah itu sebelum ia memasukkan ulekan bawangnya ke
dalam wajan panas. Kalau aku harus pergi ke dapur melewati lemari pakaian itu
tentu saja aku pasti akan terlambat.”
“Memangnya
kenapa kau harus melakukan itu?”
“Ya,
kenapa kau harus melakukan itu?” sambung yang lain meminta penjelasan.
“karena...
“ suara berat itu tiba-tiba meluruh. Ada jeda di sana, ada kesedihan yang
menghambatnya.”waktu itu, bau harum bawang itulah yang terakhir aku ingat malam
itu, ketika istriku membuatkanku nasi goreng sialan itu.” Ada kemarahan yang
getir dalam nada suara beratnya.
Yang
lain-lain ada yang menutup mulutnya yang terbuka, ada yang mengelus dada. Seluruh
simpati kini menjadi persembahan untuknya.
“Anak
muda,” seorang lelaki keriput yang tak berdaging menepuk pundaknya. “lihat
orang itu.” Kulitnya menggelambir jelek saat ia menunjuk pada seorang perempuan
berambut panjang yang bola matanya hampir putih seutuhnya, tak ada warna hitam
di matanya, putihnya mencolok sekali di dalam keremangan.”kau mau menjadi
seperti orang itu? Yang rusak pengelihatanya karena dulu ia selalu suka masuk
lewat layar televisi yang menyala. Kau tahu, matanya tetap rusak meski ia
menutupi matanya dengan rambut di dahinya saat ia masuk. Kau mau matamu rusak
sepertinya kalau kamu nekat langsung masuk lewat dinding dapur? Dekat kompor
pula, apinya sungguh tak baik, berbahaya.”
Sesaat
ia ragu akan kengototannya. “Jadi karena hal itu?”
“Ya,
setidaknya baru itu gejala awal yang nampak, tak tahu kalau ia tetap saja
melanjutkan kegemarannya itu! Jadi, pikirkan itu baik-baik, sebelum kau
melaksanakan niatmu. Ada yang sudah lama hidup di alam ini jauh lebih lama
darimu, mereka tahu hal-hal yang mungkin tak kau ketahui.” Ditepuknya sekali
lagi pundak lelaki muda itu.
Lelaki
muda itu pun pergi meninggalkan forum. Tanpa kata.
***
Doni
terkesiap oleh hempasan tubuh istrinya, di kasur, di sebelahnya. Nafasnya memburu
hebat seperti atlet lari jarak pendek yang baru saja menyentuh garis finish. Kepayahan
Doni mengamati raut muka istrinya itu, dan keremangan malam makin menyembunyikan
wajah istrinya yang ketakutan. Tapi tidak suara terikan istrinya tadi, Doni
tahu ia harus peduli pada istrinya dan mengabaikan sebentar mimpi indahnya.
“Ada
apa sayang?”
“Ada...
Hantu mas.. “ suara istrinya tergagap.
“Maksudmu?”
Doni seolah tak yakin dengan apa yang didengarnya barusan.
“Iya
Mas, ada hantu yang mengenakan kacamata hitam muncul dari dinding dapur saat
aku hendak membuat nasi goreng.” [ ]
*tulisan
ini untuk pipit yang kemarin menanyakan ‘kenapa hantu selalu muncul dari dalam
lemari pakaian?’ saat nonton film Insidous 2 beberapa waktu lalu :)